Ada yang pernah memperhatikan angka 8? Iya, 8, delapan, angka setelah
7, dan sebelum 9. Angka berjarak 2 langkah dari Sepuluh. Pernah? Entah
kenapa, angka itu menarik. Baik dari segi bentuk, maupun dari sudut
pandang manusia sebagai pembelajar, sebagai makhluk pengumpul hikmah
yang berserakan di dunia ini. Bukankah hikmah itu terserak, dan siapa
saja yang memungutnya maka hikmah itu menjadi miliknya?
Dalam
sistem penilaian nol sampai sepuluh, angka delapan agaknya mengajari
bagaimana menjadi seseorang yang sederhana. Bukan sesuatu usaha yang
mudah untuk mendapatkan nilai delapan dalam suatu ujian. Kan begitu? Pun
yang menarik, meskipun berada di bawah nilai sembilan ataupun sepuluh,
dia yang mendapat nilai delapan tetap orang yang dipandang. Kan
lagi-lagi begitu? Angka delapan dalam sistem penilaian nol sampai
sepuluh tidak akan pernah bisa disombongkan, tidak akan pernah bisa
terlalu dibangga-banggakan, sebab, ada yang berada di atasnya, yaitu
mereka yang mendapat nilai sembilan dan sepuluh. Tapi toh pemilik nilai
delapan, tidak akan pernah bisa sekalipun diremehkan. Siapa yang bisa
meremehkan, kalau delapan itu merupakan nilai yang tinggi, bahkan
terkadang, angka itulah angka terbesar dari hasil suatu ujian, sekali
lagi siapa bisa meremehkan?
Dalam sistem penilaian huruf A sampai
E, agaknya angka delapan memang diwakili dengan nilai B. Nilai sebelum
A, dan sesudah C. Persis dengan sebelumnya, begitu pun nilai B. Dia tak
bisa disombong-sombongkan, sebab ada yang mendapat nilai A. Sedang dia
juga tak bisa diremehkan, sebab mendapat nilai B tentu bukan sesuatu
yang mudah. Kan begitu?
Kesederhanaan yang diajarkan oleh angka
delapan ini pun sejalan dengan Islam, sejalan dengan apa yang diajarkan
Nabi. Seorang Muslim diharamkan untuk sombong, jumawa, membanggakan apa
yang ia dapatkan. Tidak. Bukan sifat seorang Muslim untuk memamerkan
itu. Muslim, seberapa pun hartanya, diwajibkan untuk tetap zuhud, merasa
cukup dengan dunia, bukan malah membanggakan apa-apa yang sebenarnya
fana!
Keberadaan kita di posisi delapan pun mengimbau hati untuk
senantiasa bersyukur. ‘Seburuk’ apapun delapan itu, toh masih ada
orang-orang yang semestinya lebih menderita dari kita, lebih susah dari
kita, lebih ‘terhina’ dari kita. Rasa kebersyukuran itulah yang nantinya
akan membuat Allah menambahkan nikmat untuk kita. Keberadaan kita di
posisi delapan itu pun mengimbau kita untuk selalu bersemangat, selalu
termotivasi untuk terus belajar mengejar mereka yang mendapat sembilan
atau sepuluh. Mendapat delapan, akan memicu diri untuk terus berfikir
keras mengembangkan potensi. Berada di posisi delapan, memantapkan hati
untuk tidak pernah merasa cukup, merasa bahwa masih begitu banyak
prestasi yang masih bisa diraih.
Namun, apakah kemudian kita hanya akan mengejar angka delapan mentang-mentang
ia menunjukkan kesederhanaan? Tentu tidak. Perenungan ini disusun bukan
untuk pemakluman, kemudian merasa benar karena telah mendapat delapan.
Tidak. Sekali-sekali tidak.
Semangat utama kita dalam hidup tetap
harus mengejar nilai tertinggi, nilai terbaik. Kalau seandainya, mereka
yang mendapatkan hasil maksimal (sepuluh), ternyata justru memiliki
sifat sebagaimana yang dapat dipetik oleh angka delapan, bukankah mereka
jauh lebih baik. Hasil yang mereka dapat maksimal, namun tak ada
kesombongan. Tak ada sifat jumawa. Inilah yang terbaik! Meski melejit
tetap mampu menjaga hati untuk tidak jumawa. Tetap mampu merasa bahwa
akan banyak ‘ujian’ lain di depan sana yang harus di lewati dengan baik.
Dan bayangkan, ketika si pemilik nilai sepuluh ini senantiasa
bersyukur, bukankah Allah akan terus menambah nikmatnya?
Angka Delapan, Ajarkan Kesederhanaan
Posted by
emontok
Wednesday, December 12, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment